REVIEW FILM Sri Asih: Tonggak Bumilat Yang Cukup Mumpuni
Hello, Titipers. Walaupun kita lebih sering menyajikan informasi-informasi pop kultur Jepang, namun bukan berarti kita tidak update terhadap film lokal. Sebagai bentuk apresiasi kami terhadap karya lokal, tim kami menonton dan memberikan ulasan terhadap film superhero Indonesia, yakni Sri Asih. Sebelumnya, kita pernah me-review film Pengabdi Setan 2, silahkan baca di sini.
Film Sri Asih akhirnya telah tayang setelah mengalami beberapa penundaan. Ini merupakan film kedua dalam Jagat Sinema Bumilangit (JSB) atau Bumilangit Cinematic Universe setelah film Gundala yang tayang Oktober 2019 lalu. Jagat Sinema Bumilangit merupakan proyek besar yang diprakarsai Joko Anwar untuk membangun Cinematic Universe layaknya film-film Marvel dan DC.
Sri Asih sendiri merupakan adaptasi dari komik karya R. A. Kosasih yang terbit pada tahun 1954. Di tahun tersebut, juga ada film Sri Asih pertama yang dibintangi Mimi Miriani. Di film Sri Asih tahun 2022 ini, Upi Avianto duduk di kursi sutradara dan naskah filmnya digodok bersama dengan Joko Anwar. Pevita Pearce menjadi pemeran Sri Asih.
Sinopsis singkat Sri Asih:
“Alana tidak mengerti mengapa dia selalu dikuasai oleh kemarahan. Tapi dia selalu berusaha untuk melawannya. Dia lahir saat letusan gunung berapi yang memisahkan dia dan orang tuanya. Dia kemudian tinggal di panti asuhan, lalu diadopsi oleh seorang wanita kaya yang berusaha membantunya menjalani kehidupan normal. Tapi saat dewasa, Alana menemukan kebenaran tentang asalnya. Dia bukan manusia biasa. Dia bisa menjadi kebaikan untuk kehidupan. Atau menjadi kehancuran bila ia tidak dapat mengendalikan amarahnya.”
TEKNIS SUDAH CUKUP BAGUS
Film ini kemungkinan besar sebagai cerita original dari kumpulan-kumpulan superhero dalam Jagat Sinema Bumilangit. Setting waktu film ini berlatar sebelum peristiwa film pertama Gundala. Bisa dibilang film Sri Asih ini menjadi dasar konflik utama untuk film-film selanjutnya. Kita bisa melihat hint siapa yang bakal jadi musuh utama Jagat Sinema Bumilangit di film ini.
Dengan biaya produksi Rp. 20 miliar (lebih sedikit dari Gundala yang Rp. 30 miliar), film ini menghadirkan CGI untuk beberapa adegan. Keputusan pihak kru film untuk menunda penayangan film ini cukup bagus, agar bisa memperbaiki beberapa kekurangan CGI. Padahal penetapan tanggal 6 Oktober untuk jadwal rilis sebelumnya dalam rangka ulang tahun Pevita. Beberapa CGI-nya terlihat lebih soft, seperti adegan Dewi Api. Yah walau sebenarnya ada beberapa CGI yang masih terlihat kasar, seperti adegan di gunung.
Pada adegan pembuka, kita akan disajikan adegan jumpscare layaknya film horror (mentang-mentang penulisnya Joko Anwar yang memang terkenal sebagai maestro film horor-thriller). Sinematografi film Sri Asih ini juga cukup baik. Sementara untuk koreografi-nya masih ada beberapa pertarungan yang cukup kaku, tapi overall banyak pertarungan epic yang diperlihatkan, terutama pertarungan terakhir.
Wonder Woman wanna be… Tidak salah kalau Sri Asih disebut-sebut sebagai Wonder Woman-nya Indonesia, karena teknik bertarungnya cukup mirip dengan Wonder Woman. Bahkan, pas sebelum Sri Asih bertarung, penulis langsung terngiang-ngiang scoring Wonder Woman yang berjudul Is She With You? itu. Namun, scoring di film ini juga tak kalah bagusnya, berkat scoring-nya, beberapa adegan berhasil bikin merinding.
*Awas!! Senyum Pevita bikin candu
NARASI YANG MASIH BELUM OPTIMAL
Walau dari segi teknis cukup bagus, tetapi dari segi plot cerita? Cerita film ini cukup simple, jujur tema-nya menarik, sama seperti Gundala yang coba melawan kebusukan kalangan burjois. Tapi masih cukup berantakan dalam penyajiannya. Film ini masih kebingungan bagaimana membawakan adegan tiap adegannya. Bahkan ada plot yang lewat begitu saja tanpa ada kejelasan. Plot twist-nya pun tidak terlalu kuat dan sudah bisa ditebak.
Penokohan karakternya pun juga kurang dibangun dengan cukup baik. Kita tahu Alana sebagai alter ego Sri Asih punya basic sebagai petarung profesional, tapi evolusi karakternya jadi Sri Asih masih terkesan buru-buru. Kita tidak bisa merasa hanyut dengan perubahan karakternya. Begitu pula penokohan dari villain utama-nya yang kurang digali. Di awal kita memahami motifnya jadi penjahat, tapi tiba-tiba saja dia jadi begitu. Beruntung, akting dari penjahat utama di film ini cukup baik.
Beberapa hal juga terasa aneh dan membingungkan. Seperti contohnya, ketika para kroco melawan Sri Asih yang punya kekuatan sakti, bukannya melongo malah masih melawan dan sombong. Lalu, kematian dari anak-nya si itu, memang itu bisa menjadi pemicu konflik besar, tapi akhirnya menguap begitu saja tanpa kejelasan lebih lanjut. Ada lagi, pas Alana bertanya kepada villain “Kenapa kamu melakukan ini, apa rencanamu”, padahal hal tersebut sudah dijelaskan oleh sosok eyang. Lalu, setelah itu ada yang namanya Kala berteriak kepada Alana “tempat ini akan meledak”. Nah, itu padahal itu mereka berjauhan tempat, tapi kenapa Alana bisa mendengar? Apakah menggunakan alat komunikasi atau itu kekuatannya Sri Asih. Jika itu alat komunikasi, berasa janggal sih.
Pemilihan dialog menggunakan bahasa Indonesia yang baku menurut saya cukup cringe. Kalau kita menonton film luar dengan subtitle/dubbing menggunakan bahasa Indonesia baku itu terasa cukup keren. Akan tetapi, entah kenapa kalau film lokal yang menggunakan bahasa Indonesia baku berasa cringe, terkecuali film dengan latar masa lampau.
SRI ASIH PENYEGAR PERFILMAN NASIONAL
Walau secara narasi masih kurang, tapi penulis tetap enjoy menonton film ini. Ada beberapa easter egg yang hadir di film ini. Yang paling berkesan adalah titisan Sri Asih sebelumnya yang muncul pada tahun 1954, ini merupakan bentuk penghormatan terhadap awal mula terbit komik-nya serta film pertama-nya. Eitss.. yang peranin Sri Asih sebelumnya adalah cameo besar, bukan orang sembarangan.
Film ini masih pantas untuk ditonton, penulis ingin menyampaikan apresiasi terhadap sineas-sineas kita yang ingin mencoba hal baru dalam perfilman lokal. Mereka berani mendongkrak genre superhero untuk masuk dalam pasar film lokal yang biasanya diisi cerita komedi, romantis, dan horror. Bahkan, film ini harus bersaing dengan film Marvel, Black Panther: Wakanda Forever.
Kalau ada yang bilang ini merupakan film superhero terbaik Indonesia. Jawabannya ya benar (ya iyalah, kita kan masih kurang stok film superhero). Film ini naik kelas dari film sebelumnya, yaitu Gundala, sehingga worth it untuk ditonton. Patut kita nantikan film Bumilangit berikutnya.
Oh iya, di awal film ini kita akan disajikan trailer dari film Virgo and the Sparklings, film berikutnya dari Jagat Sinema Bumilangit. Kalau dilihat dari trailernya sih, film Virgo nanti bakalan punya vibe yang beda dengan Gundala dan Sri Asih. Film Virgo akan memiliki nuansa yang cerah.
Ikuti terus berita terbaru dari kanal-kanal Titip Jepang ya! Yuk, baca artikel lainnya di sini^^
Jangan lupa Ikuti juga media sosial Titip Jepang:
Instagram: @titipjepang
Twitter: @titipjepang
Facebook: Titip Jepang